Kajati Sulsel Didik Farkhan Tekankan Prinsip Restorative Justice dan Transformasi Digital dalam Kuliah Umum di UMI
KEJATI SULSEL, Makassar – Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kajati Sulsel), Dr. Didik Farkhan Alisyahdi, menegaskan pentingnya reposisi filosofi dalam penegakan hukum pidana. Hal ini disampaikan Dr. Didik saat menjadi pembicara dalam Kuliah Umum Fakultas Hukum Universitas Muslim Indonesia (UMI) di Auditorium Al Jibra UMI, Senin, 24 November 2025.
Mengangkat tema "Reposisi Peran Kejaksaan Dalam Sistem Peradilan Pidana Pasca Pemberlakuan KUHAP dan KUHP Baru," Dr. Didik Farkhan menyoroti pergeseran paradigma penegakan hukum dari yang berfokus pada Filosofi Retributif menuju Filosofi Utilitas.
"Kita harus bergeser dari filosofi yang menitikberatkan pada balas dendam, derita, dan aspek kuantitas (output) penahanan dan penjara, menuju Filosofi Utilitas yang mengedepankan kepastian, keadilan, kemanfaatan, kesejahteraan, dan kedamaian," tegas Dr. Didik di hadapan civitas akademik UMI.
Menurut Kajati Sulsel, proses hukum saat ini harus mampu memperhatikan dampak (outcome) positif terhadap tujuan sosial. Fungsi hukum harus ditujukan untuk mencapai social order dan social welfare (kesejahteraan sosial).
Peran Sentral Kejaksaan dalam Implementasi Konstitusional
Didik Farkhan menjelaskan bahwa sebagai lembaga penegak hukum yang berada di bawah eksekutif, Kejaksaan memiliki peran sentral dalam menerjemahkan aspek konstitusional dan kebijakan pemerintah ke dalam praktik. Tiga pilar utama yang didorong Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan dalam reposisi ini adalah:
1. Pengawal Restorative Justice (RJ): Kejaksaan secara aktif menerapkan prinsip RJ dalam penyelesaian perkara ringan. Ini bukan sekadar jalan pintas, melainkan upaya untuk memastikan keadilan substantif tercapai dan menghindari beban proses pidana yang tidak perlu bagi masyarakat.
2. Transformasi Digital Kejaksaan: Kejaksaan terus bertransformasi secara digital, mulai dari persuratan hingga sistem penanganan perkara (Case Management System). Hal ini dilakukan demi menjamin transparansi dan akuntabilitas sebagai prasyarat negara hukum yang modern.
3. Melindungi Hak Konstitusional Warga: Dalam setiap penindakan, jaksa wajib menjamin hak-hak tersangka/terdakwa terpenuhi, termasuk praduga tak bersalah dan hak pendampingan hukum, sesuai dengan due process of law yang diamanatkan konstitusi.
Kuliah umum ini merupakan bagian dari komitmen Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan untuk menyosialisasikan pembaharuan hukum pidana di Indonesia, memastikan pemahaman akademisi dan praktisi selaras dengan semangat reformasi hukum menuju sistem peradilan yang lebih modern dan berorientasi pada manfaat sosial.