Penyerahan Tersangka dan Barang Bukti Tahap II)  dalam Perkara Koneksitas Satelit Slot Orbit 123 BT

Penyerahan Tersangka dan Barang Bukti Tahap II) dalam Perkara Koneksitas Satelit Slot Orbit 123 BT

Tim Penyidik Koneksitas yang terdiri dari Jaksa Penyidik Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Militer (JAM PIDMIL), Penyidik Polisi Militer (POM) TNI dan Orditurat Jenderal TNI melaksanakan serah terima tanggung jawab tersangka dan barang bukti (Tahap II) atas 3 (tiga) orang Tersangka kepada Tim Penuntut Koneksitas.

Dimana pelaksanaan Tahap II yang dilakukan pada hari Senin(1/12/2025) terkait dengan perkara koneksitas tindak pidana korupsi proyek pengadaan satelit slot orbit 123o BT pada kementerian pertahanan tahun 2012 sampai dengan tahun 2021.

Adapun 3 orang Tersangka dalam perkara koneksitas tersebut yaitu:

  1. Tersangka Laksda TNI (Purn) L selaku Kepala Badan Pertahanan pada Kementerian Pertahanan tahun 2015 – 2017 (selaku PPK).
  2. Tersangka TAVH selaku Managing Director Eurasian Technogy Holdings PTE, Ltd atau Insinyur Sistem Satelit (selaku tenaga ahli satelit yang diangkat oleh PPK)
  3. Tersangka GKS selaku Direktur (CEO) Navayo International.

Perlu diketahui juga bahwasannya, kasus posisi singkat dalam perkara koneksitas ini yaitu:

  • Pada 1 Juli 2016, Tersangka Laksda TNI (Purn) L (Kabaranahan Kemhan RI) selaku PPK mengadakan kontrak antara Pemerintah Indonesia dalam hal ini Kementerian Pertahanan dengan Tersangka GKS (Direktur Utama Navayo Internasional AG) selaku penyedia barang, tentang perjanjian untuk penyediaan terminal pengguna jasa dan peralatan yang terkait (Agreement for The Provision of User Terminal and Related Service and Equipment) senilai USD 34.194.300 dan berubah menjadi USD 29.900.000;
  • Bahwa kontrak kontrak yang dilakukan tidak didasarkan pada ketentuan pengadaan barang dan jasa (Perpres 54 Tahun 2010) yaitu penunjukan Navayo International AG sebagai pihak kedua tanpa melalui proses pengadaan barang dan jasa, dimana Navayo International AG juga merupakan rekomendasi dari Tersangka TAVH, sehingga barang yang telah diterima tidak dapat dipergunakan karena tidak sesuai dengan spek yang dibutuhkan.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan bersama antara Jaksa dan Oditur Militer, telah ditetapkan bahwa lingkungan peradilan yang akan mengadili perkara tersebut adalah Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta sesuai dengan Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor. 229/KMA/SK.HK2.2/XI/2025 tanggal 19 November 2025.

Kerugian keuangan negara dalam perkara ini berdasarkan ahli BPKP dan didukung oleh ahli keuangan negara adalah sebesar USD 21.384.851,89 (dua puluh satu juta tiga ratus delapan puluh empat ribu delapan ratus lima puluh satu dolar delapan puluh sembilan sen) atau Rp306.829.854.917,72 (tiga ratus enam miliar delapan ratus dua puluh sembilan juta delapan ratus lima puluh empat ribu sembilan ratus tujuh belas rupiah tujuh puluh dua sen) kurs dolar per tanggal 15 Desember 2021 yang terdiri dari:

  • Pembayaran pokok sebesar USD 20.901.209,9 (dua puluh juta sembilan ratus satu dua ratus sembilan dolar sembilan sen) dan;
  • Bunga USD 483.642,74 (empat ratus delapan puluh tiga ribu enam ratus empat puluh dua dolar tujuh puluh empat sen) per tanggal 15 Desember 2021.

Atas tagihan kepada negara tersebut, oleh Tsk GKS selaku penyedia barang telah memenangkan permohonan pada arbitrase ICC di singapura (Putusan ICC CASE No.24072/HTG tertanggal 22 April 2021) dan diikuti permohonan penyitaan aset Negara Republik Indonesia yang berada di Paris, Perancis.

Untuk diketahui, perkara ini displitsing menjadi dua berkas yakni:

  • Tersangka Laksda TNI (Purn) L bersama-sama dengan Tersangka TAVH status ditahan di Rutan POM AL dan di Rutan Salemba;
  • Tersangka GKS selaku Direktur (CEO) Navayo Internasional AG, tidak ditahan karena masih dalam status DPO (Daftar Pencarian Orang) dan akan disidangkan secara In Absentia.

Pasal yang diterapkan kepada para Tersangka yakni:

  • Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP;

Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Bagikan tautan ini

Mendengarkan