Kedepankan Perdamaian Kejati Sulsel Selesaikan Kasus Penganiayaan Antar Sepupu di Luwu Timur Lewat Keadilan Restoratif
KEJATI SULSEL, Makassar- Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan, Robert M Tacoy didampingi Aspidum, Rizal Syah Nyaman dan jajaran Pidum melakukan ekspose penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif (Restorative Justice/RJ) dari Kejari Luwu Timur di Kejati Sulsel, Selasa (21/10/2025).
Ekspose perkara RJ ini juga diikuti oleh Kajari Luwu Timur, Budi Nugraha, Kasi Pidum, Jaksa Fasilitator serta jajaran secara virtual dari Kejari Luwu Timur.
Kejaksaan Negeri Luwu Timur mengajukan penghentian penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif untuk perkara tindak pidana penganiayaan yang melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP. Perkara ini melibatkan Tersangka perempuan RI (69 tahun) terhadap sesama ibu rumah tangga RO (49 tahun).
Peristiwa penganiayaan terjadi pada hari Minggu, 02 Februari 2025, di pinggir jalan poros Malili–Sorowako, Kampung Paku Manuk, Dusun Balambano, Desa Balambano, Kecamatan Wasuponda, Kabupaten Luwu Timur. Awalnya tersangka RI bersama suaminya sedang membersihkan kebun yang berdampingan dengan kebun Korban RO.
Karena informasi soal tanamannya yang dibabat RO dari Saksi RN, Tersangka RI mendatangi korban di kebun dengan membawa parang, yang berujung pada adu mulut dan emosi. RI kemudian memukul RO menggunakan punggung parang, mengenai tangan kiri, paha kanan, dan paha kiri Korban. Akibat perbuatan tersebut, RO mengalami 4 (empat) buah luka tertutup di bagian anggota gerak atas dan bawah akibat persentuhan dengan permukaan tumpul.
Penghentian penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif diajukan karena telah terpenuhinya persyaratan sesuai Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Nomor : 01/E/EJP/02/2022 serta Surat Edaran Nomor : B-2453/E/Ejp/09/2022. Alasan-alasan yang mendukung diterapkannya RJ meliputi:
1. Hubungan Keluarga: Tersangka dan Korban masih memiliki hubungan keluarga (saudara sepupu).
2. Tindak Pidana Pertama: Tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana (bukan residivis).
3. Ancaman Pidana Ringan: Ancaman pidana untuk Pasal 351 Ayat (1) KUHP yang dilanggar tidak lebih dari 5 (lima) tahun.
4. Permintaan Maaf dan Perdamaian: Tersangka sangat menyesal dan telah berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya.
5. Harapan Korban: Korban sebenarnya tidak menghendaki permasalahan ini berlanjut ke ranah hukum, melainkan hanya ingin memberikan pembelajaran kepada Tersangka.
6. Dukungan Masyarakat: Pihak Aparat Desa, Tokoh Masyarakat, dan Tokoh Agama memberikan respons positif atas upaya Restorative Justice yang dilakukan.
Wakajati Sulsel, Robert M Tacoy menyetujui permohonan RJ ini setelah mempertimbangkan syarat dan keadaan yang diatur dalam Peraturan Kejaksaan RI Nomor 15 Tahun 2020 tentang Keadilan Restoratif.
“Setelah melihat melihat testimoni korban, tersangka, tokoh masyarakat dan penyidik. Telah memenuhi ketentuan Perja 15, korban sudah memaafkan tersangka. Atas nama pimpinan, kami menyetujui permohonan RJ yang diajukan," kata Robert.
Setelah proses RJ disetujui, Wakajati Sulsel meminta jajaran Kejari Luwu Timur untuk segera menyelesaikan seluruh administrasi perkara dan tersangka segera dibebaskan.
"Saya berharap penyelesaian perkara zero transaksional untuk menjaga kepercayaan pimpinan dan publik,” pesan Robert M Tacoy.